Don’t Trust The Liar in Apartement 13 (Part 1)

Author : Sophie Maya

Title     : Don’t Trust The Liar in Apartement 13 (Part 1)

Cast     : Yesung, Eunhyuk, Kyuhyun, and…

Support Cast: Sophie Maya (-_-), and another member Super Junior

Genre  : comedy? Are you sure? Eum… Im not sure…

Rated  : PG-19+

Length: chaptered

Type    : ?

Summary         : Kim, Lee, Cho… siapa diantara kalian yang berbohong padaku?!

Disclaimer       : this story is MINE.

Warning          : many SARA, discrimination, violation, sex harassment in here. So, before you read, I just wanna say… im not sorry :p

.

.

.

.

.

.

 

Kau akan mati, Eric

Aku bersumpah akan memutilasi wajah ikan tuna mu itu agar terlihat seperti ikan teri

Aku  bersumpah kau tidak akan selamat nanti.

Minimal, besok foto CEO Shinhwa tersebar di koran di Korea Selatan karena ditemukan mati secara tidak wajar!

 

Naomi menghentakkan kakinya di lantai bandara. Memejamkan mata dan menghitungnya sampai tiga kali, lalu membukanya. “Sial! Sial! Sial! Paman sialan!!” teriaknya dengan bahasa Jepang yang tidak dimengerti orang-orang sekitar bandara.

Naomi menggaruk rambut keriting bergelombangnya. Mata bulat hazelnutnya menyipit, menyisiri satu persatu orang yang berseliweran. Tak kunjung ditemukan sosok yang dicarinya. Naomi mendesis panjang, mengeluarkan ponsel dan memencet panggilan cepat nomor 1.

Calling Moon Jong Hyuk ahjussi…

“Paman, kau dimana?!” teriak Naomi keras begitu telepon tersambung. “Aku menunggumu sudah satu jam lebih, tapi kau tidak datang-datang juga! Apa? Kau lagi di salon? Menemani Gomdori? Pamaaaanann! Aku kan menyuruhmu menjemputku! Kenapa kau malah ke salon sama anjing cokelat-jelek-nista itu?! Kalau keponakanmu yang cantik, jelita, polos, dan rajin menabung ini diculik kakek-kakek genit dan dijadikan pelacur, bagaimana? Kau mau tanggung jawab? Seluruh harta kekayaan selama jadi CEO pun tidak akan bisa membayar kesalahanmu!”

Naomi merengek sejadi-jadinya. Sial, sial, sial. Eric, pamannya satu itu benar-benar sialan pangkat empat. Kemarin, ah tidak, dua hari lalu, Eric dengan (sok) dewasanya menawarkan akan menjemput Naomi di bandara Incheon. Karena Naomi buta Korea, Eric bilang untuk sementara waktu Naomi dibawah pengawasannya. Tapi sekarang pamannya itu malah keluyuran dengan anjing jelek ke salon. Dasar paman ikan tuna sialan!

“Naomi, aku benar-benar lupa. Jadwal kepergianmu ternyata sama dengan pemeriksaan Gomdori ke salon. Kalau tidak dilakukan pemeriksaan terhadap kecantikan Gomdori, nanti Gomdori bisa kutuan. Itu tidak baik bagi masa depan dan kesejahteraan apartemenku nanti.”

Astaga, bunuh saja aku, Paman! Bunuh aku! Naomi menghentakkan kaki berkali-kali, lalu mengembuskan napas panjang. Berusaha menenangkan diri dengan membayangkan Eric yang terpanggang sempurna di oven besar.

“Paman, tapi bagaimanapun juga, aku ini keponakanmu. Dan Gomdori jelek mu itu jauh lebih tidak penting dibanding diriku. Kalau sudah begini, aku jadinya sama siapa, Paman?”

Aduh, rasa-rasanya Naomi ingin menangis saja. Dia menyesal punya paman tampan tapi menyebalkan seperti Eric. Seharusnya Naomi tahu, Eric bukan tipe laki-laki yang memegang teguh janjinya—kecuali janji merawat Gomdori sampai mati (-_-)

“Ya sudah, ya sudah, aku akan menyuruh temanku menjemputku. Tunggu setengah jam lagi,” ujar Eric.

“Siapa? Kau menyuruh manajermu?”

“Bukan… manajerku juga sedang di salon. Ini di sampingku. Kami lagi creambath sambil menunggu Gomdori selesai disalon.”

Manajer dan idol sama-sama ingin dimutilasi rupanya.

“Jadi aku sama siapa, Paman?” Naomi terduduk lemas. Matanya mulai sembab. Aduh, Mama… Papa… tolong aku… anakmu ditelantarkan pamannya sendiri di Korea…

“Hm… kau dijemput member Shinhwa lain, bagaimana? Mau?” tawar Eric.

Seketika wajah Naomi cerah. Dia berdiri tegak dan hampir terlonjak girang. “Mauuu! Mauu! Sama Andy Oppa!!”

“Andy?” terdengar Eric memencet-mencet tombol ponsel. Eric punya banyak ponsel, katanya buat dikoleksi. Tapi Naomi tidak percaya. Eric selalu lupa menaruh ponselnya, jadi dia sering membeli banyak ponsel sekaligus, jadi kalau yang satu hilang masih ada ponsel lainnya (-_-)

“Andy Oppa, saja, Paman… yayayaya?”

“Andy… baiklah,” Eric memberi jeda beberapa saat. “Kau akan dijemput Min Woo.”

“Apa? Yak, Paman—!”

Tut tut tut tut…

Sial kau, Eric! Aku akan membunuhmu! Sial!!

Naomi kembali menghentak-hentakkan kakinya. Memasang wajah super sebal. Demi Tuhan, dia akan dijemput Min Woo? Diantara kelima member Shinhwa selain Eric, dia malah dijemput pria pendek yang suka banyak bicara itu? Naomi tidak suka dengan Min Woo, sama sekali tidak. Dulu saat liburan seluruh member Shinhwa pernah liburan ke Jepang dan menginap di rumah Naomi.

Selama di sana, terjadi insiden yang tidak akan Naomi lupakan seumur hidupnya. Min Woo dengan (pura-pura) polosnya menjatuhkan laptop kesayangan Naomi karena asyik bercanda dengan Eric. Semenjak saat itu, Min Woo masuk dalam daftar orang yang akan Naomi jatuhkan dari puncak Tokyo Tower.

Amin.

“Paman jahaaaat…” Naomi memajukan bibirnya. Sekarang dia benar-benar menangis. Dia mengusap air mata yang berleleran di wajahnya. Lalu dengan malas-malasan mendorong troli ke luar airport. Suasana di luar benar-benar ramai. Beberapa wartawan berkumpulan blitz-blitz kamera menerpa wajah Naomi.

Naomi celingukan. Apa ada artis disini?

“Selalu begini setiap mereka pulang.”

Naomi menatap seorang gadis yang tiba-tiba berjalan di sampingnya. Gadis itu berambut merah dan berwajah bulat seperti boneka. Menggeret susah payah koper merah besar bergambar Pucca yang tampaknya lebih berat dari dirinya.

“Siapa?” tanya Naomi hati-hati.

“Mereka—tuh, Sophie Maya sama Yesung. Orang terkaya nomor sembilan di dunia tahun 2013 versi majalah Times.” Gadis itu menunjuk sepasang wanita dan pria yang berjalan sambil melambai-lambaikan tangan kea rah wartawan. Di belakang mereka berjejer troli banyak sekali, yang dijaga ketat oleh pria-pria berpakaian serba hitam.

“Orang terkaya nomor sembilan di dunia?” ulang Naomi, menyusuri kedua sosok itu dari atas kepala hingga ujung kaki. Dan langsung melongo tak percaya. Bagaimana mungkin orang kaya dandanannya t-shirt gombor dan celana kargo? Apalagi yang cewek, bahkan mengenakan sandal jepit hotel (-_-)

… masih ada merek hotelnya lagi.

“Ya, Sophie Maya itu sutradara terkenal sekaligus wakil CEO SM Entertainment, dan Yesung… dia penulis novel best seller. Sejenis Raditya Dika. Tahu Raditya Dika, nggak?”

“Nggak. Itu siapa sih?” tanya Naomi bingung.

“Nggak tahu juga, asal ngomong aja tadi,” cengir gadis itu polos dan tanpa dosa. “Jangan lihat penampilan mereka, mereka memang kayak gembel masuk airport,” bisik gadis itu blak-blakkan. “Tapi itu semata-mata karena Sophie Maya orang padang, jadi pelit banget bahkan cuma buat beli baju. Mereka aja nggak mau beli rumah di korea. Sukanya numpang di sauna atau di apartemen sahabat mereka.”

Sepertinya gadis di samping Naomi ini kebanyakan nonton gosip. Otaknya seperti katalog berjalan versi selebriti.

“Tapi kalau seramai ini, aku jadi takut. Pacarku kan mau ke sini. Kalau wartawan lihat, bagaimana?” gumam gadis itu gelisah.

“Memangnya pacarmu siapa?” Apa jangan-jangan gadis di sampingnya ini punya pacar seorang buronan yang dikejar wartawan? Mm… sepertinya wartawan tidak pernah mengejar buronan, deh. Itu kerjaannya polisi, deh (-_-)

“Kwon Ji Yong. GD Big Bang,” jawab gadis itu malas.

“Ah, Big Bang? Mereka cukup terkenal di Jepang, loh…” aku Naomi. Beberapa temannya memang suka dengan Big Bang, tapi Naomi tidak terlalu tertarik dengan dunia musik seperti itu. Dia lebih suka membaca buku dan bermain barbie di rumah.

“Iya, kalau ada wartawan, bisa malu…”

“GD malu karena ketahuan pacaran?”

“Bukan GD yang malu. Aku yang malu, soalnya punya pacar pendek gitu…”

Gubrak.

Oke, sebaiknya Naomi cepat-cepat menghindar dari gadis ini dan menemui Min Woo. Dia tidak ingin terlibat percakapan aneh dengan gadis aneh berambut aneh ini.

“Hei, mau kemana? Kau disini saja, temani aku menunggu GD. Ah, ya… kita belum kenalan, ya?” tanya gadis itu.

“Aku sudah dijemput,” bohong Naomi. “Oh, ya… namaku Naomi.”

“Naomi? Oke. Namaku Mia Narafa. Senang bertemu denganmu, Naomi.”

“Ya…” sedih bertemu denganmu, Mia. Naomi menunjukkan cengiran kaku dan buru-buru menarik trolinya menjauh. Sekilas menatap kea rah Sophie Maya dan Yesung yang masih terus melambaikan tangan.

.

.

.

.

.

.

“Jadi kita akan tinggal dimana, beb?” tanya Yesung sambil menghubungi satu persatu nomor sahabatnya di korea.

“Di tempat yang luas, nyaman, ada kolam renangnya dan ada gym-nya.” Sophie Maya memutar-mutar ujung kaosnya dengan malas. “…dan gratis.”

“Bingo!” seru Yesung setuju.

“Ah, apartemen Kyuhyun!” teriak Sophie penuh semangat. “Dia sahabatmu juga, kan? Apartemennya besar, dan ada kolam renangnya di rooftop, ada gym di lantai tiga puluh, dan… gratis.”

“Ya ampun bebeb pinter banget pilih apartemen,” puji Yesung dengan mata berkaca-kaca penuh kaca haru. “Oke, Kyuhyun Call!”

Sophie memandang jalanan Seoul dengan senyum lebar di bibirnya. Sudah terbayang betapa menyenangkannya tinggal di apartemen Kyuhyun yang gratis itu. Dia bisa tidur, makan, dan mandi gratis. Secara Sophie Maya senangnya gratisan (-_-)

Dan sebagai pacar paling setia yang dimiliki Sophie, Yesung ikut-ikutan senang gratisan. Sehidup segratisan.

“Ah, sebagai tanda kepulangan kita ke Korea, bagaimana kalau kita adakan upacara penyambutan?” usul Sophie.

Yesung tampak berpikir-pikir. “Upacara, beb? Kita mau mengibarkan bendera, begitu?”

“Ih, bukan begitu!” gemas Sophie. “Kita undang artis, terus makan-makan sambil denger lagu…”

“Oh, itu namanya pesta penyambutan beb, bukan upacara.”

“Sama aja!”

“Beda, beb…”

“Samaaaa….”

“Beda…”

“Sama! Bilang sama, sekarang! Kalau tidak, kita putus!” ancam Sophie.

“Iya deh, iya deh, sama. Ya ampun, bebeb pinter banget sih…” puji Yesung.

Sophie tersenyum bangga.

Yesung mengembuskan napas lega. Bagi Yesung, dia begitu mencintai Sophie… jadi meskipun mereka sering bertengkar, tapi pada akhirnya Yesung akan mengalah demi nama cintaaaa… ya ampun, so sweet kan?

Tapi bagi Sophie… —hm, tidak ada yang pernah tahu apa yang dipikirkan gadis penyuka celana kargo itu. Tidak juga dengan Yesung yang sudah dua tahun ini menjadi tunangannya.

.

.

.

.

.

.

“Jadi aku akan tinggal di apartemen sendiri? Bukan sama Paman Eric?” Naomi melotot lebar, sampai-sampai kedua bola matanya ingin copot.

“Bukan. Soalnya apartemen Eric sempit ditinggali kalian berdua. Hanya cukup untuk dirinya dan Gomdori,” jawab Min Woo tetap fokus menyetir mobil. “Memangnya Eric tidak bilang padamu?”

“Tidak, sama sekali tidak!” Naomi melipat kedua tangan di dada dan memasang wajah cemberut. Merutuki Eric dalam hati.

Lagi-lagi, ucapan Eric tidak bisa dipercaya. Beberapa bulan lalu Eric berjanji akan menampung Naomi jika gadis itu sekolah di Korea. Bahkan Eric mengatakan apartemennya cukup luas untuk menampung Naomi dan bahkan menampung beberapa orang sekaligus. Tapi sekarang seenaknya menyuruh Naomi tinggal di apartemen lain. Dan alasan apa itu? Apartemennya hanya cukup untuk dirinya dan Gomdori? Hah, benar-benar keterlaluan Eric itu. Naomi semakin bernapsu ingin memanggang Eric di oven.

“Jadi aku akan tinggal dimana?” tanya Naomi sebal.

Min Woo melajukan mobil ke daerah Apgujeong dan berhenti di salah satu apartemen di sana. “Eric sudah memesankan satu apartemen untukmu.”

“Oh, ya?”

Naomi turun duluan dan tidak punya niat sama sekali membantu Min Woo mengangkat barang-barangnya. Min Woo beberapa kali harus terjatuh mengangkuti koper super besar milik Naomi.

“Hei, Naomi! Kau ini bawa baju atau kulkas, sih?” gerutu Min Woo.

“Makanya, Paman… kalau kau tidak kuat, seharusnya kau tidak mengiyakan perintah Paman Eric menjemputku. Biar saja Andy Oppa yang menjemputku, dia seribu kali lebih kuat dibanding kau,” ujar Naomi datar.

“Kenapa sih kau selalu memanggilku dan Eric ‘paman’? Sementara kau memanggil yang lain dengan sebutan ‘oppa’. Kami ini memang tua, tapi aku dan Andy juga hanya selisih berapa tahun. Soal kejantanan, kami-sungguh-sungguh-amat-sangat-jantan.”

Itu karena hanya kau dan Eric yang menyebalkan, Paman.

Naomi memandang Min Woo dengan tatapan kesal, lalu berbalik dan melangkah masuk ke dalam apartemen. Dia harus mengurus adminstrasi terlebih dahulu sebelum masuk ke apartemen. Sementara Min Woo sudah terlebih dahulu ke lantai atas untuk menaruh barang-barang. Min Woo tampaknya sudah diberi tahu Eric berapa nomor apartemen Naomi.

Kemudian Naomi naik lift. Di dalamnya tidak banyak orang dan satu persatu turun menyisakan dirinya dan seorang nenek-nenek.

Naomi merapikan rambut bergelombangnya yang sedikit kusut. Lalu kembali menelepon Eric, namun tidak ada jawaban di seberang sana, membuatnya mendengus kesal. Astaga, hari pertamanya di Korea benar-benar menyebalkan. Ditelantarkan pamannya sendiri, bertemu gadis aneh, dijemput Min Woo, dan sekarang harus tinggal di apartemen seorang diri. Naomi tidak yakin dia akan tahan disini sampai lulus nanti.

Hhh… seandainya saja waktu itu Naomi tidak terbujuk rayuan Eric soal sekolah di Sungkyungkwan. Dia bisa saja memilih kampus di Jepang dan hidup bahagia di sana. Tapi Eric membujuk kalau sekolah Sungkyungkwan akan mendapat rekomendasi tinggi untuk bekerja nanti. Ugh, pamannya satu itu… benar-benar pembohong ulung.

“Kau baru disini, ya?”

Sebuah suara menyentakkan Naomi. Membuatnya mengangkat kepala. Ah, nenek yang masih satu lift dengannya lah yang berbicara. Nenek itu tersenyum tipis.

“Ya, Nek. Saya penghuni baru. Baru datang dari Jepang.”

Nenek itu mengangguk. “Ya, selamat datang. Ah, ya… pastikan apartemenmu tidak berdekatan dengan apartemen nomor 13. Atau kau bisa dalam bahaya.”

“Ah… ya…” Naomi mengangguk sembari meringis kecil. Dia tidak terlalu mengerti maksud ucapan sang nenek.

Tepat saat itu pintu lift terbuka. Apartemen Naomi berada di lantai ini, jadi dia berjalan keluar. Naomi sengaja berbalik untuk mengucapkan salam pada nenek tadi, tapi dia terkejut karena tidak dilihatnya seorang pun di dalam lift itu. Naomi langsung menahan pintu lift agar tidak tertutup.

“Tidak mungkin…” bisik Naomi gugup.

“Hei, Naomi! Kenapa berdiri di situ terus! Ayo ke sini!” Min Woo mendekati Naomi. Mengernyit melihat gadis itu berdiri dengan tubuh kaku. “Hei, kau kenapa pucat begitu.”

“Tadi ada nenek-nenek di sini….”

“Nenek-nenek?” Min Woo menatap ke dalam lift. “Lift ini kosong, Naomi.”

“Ya, aku tahu lift ini kosong!” teriak Naomi. Tangannya sedikit bergetar. Tapi dia berusaha menenangkan diri. “Dimana apartemenku? Nomor 21?”

“Ikut aku.” Min Woo mengisyaratkan Naomi mengikuti langkahnya menyusuri koridor berkarpet. Interior apartemen benar-benar minimalis, namun tampak menenangkan. Naomi menatap pintu apartemen yang tertutup di depannya. lalu berputar memandangi sekeliling koridor. Kemudian, pandangannya terhenti di pintu nomor 13, tepat berseberangan dengan apartemennya.

“Aku di depan apartemen 13?” tanya Naomi.

Min Woo mengangguk. “Berikan kuncinya. Aku mau memasukkan barang.”

Naomi menarik kunci itu menjauh dari Min Woo. Rahangnya mengatup rapat. Dipandanginya Min Woo lurus-lurus.

Kepalanya kembali berputar pada kejadian di lift. Kejadian yang begitu nyata, bukan khayalan semata. Tiba-tiba saja bulu kuduk Naomi meremang.

Apa yang dikatakan nenek-nenek itu benar? Kalau dirinya akan terancam bahaya jika berada berdekatan dengan apartemen 13? Apa benar?

“Aku mau pindah dari sini! Aku tidak mau disini!!”

.

.

.

.

.

.

To Be Continued

feel free to follow sophiemorore on twitter !